Ada perbedaan pendapat yang
sangat besar dalam studi hubungan internasional antara orang-orang yang merasa
bahwa kepentingan nasional dapat dicapai secara obyektif dan rasional dengan
orang-orang yang melihat definisi kepentingan nasional sebagai perjuangan
antara bebrbagai pandangan dan preferensi yang berifat subjektif, yaitu suatu
perjuangan dimana kepentingan nasional merupakan hasil atau akibat politik.
Bagi orang-orang dari kelompok pertama mengindentifikasikan kepentingan adalah
merupakan suatu ilmu, sementara bagi kelompok kedua hal itu adalah seni.[1]
Pelopor aliran yang
pertama, yang biasanya dipandang sebagai
orang-orang atau golongan terkemuka (elit), adalah Plato. Menurut Plato
kepentingan negara – kota (yaitu kepentingan umum) yang bisa dicapai oleh
seorang raja yang pemikirannya bersifat filosofis dan dibantu oleh penasihat
terpelajar, obyektif, dan berpikiran adil. Individu-individu tersebut bisa
membuat keputusan-keputusan yang baik
dan bijaksana yang menyangkut kepentingan umum tanpa mempertimbangkan hasrat
atau sifat baik pribadi serta ketahanan-ketahanan yang picik.[2]
Pelopor aliran
pemikiran yang kedua yang biasanya dipandang sebagai pemikiran yang demokratis
adalah Aristoteles. Bagi Aristoteles kepentingan umum atau public good adalah
suatu kepentingan nasional yang didefinisikan melalui proses-proses demokrasi.
Proses tersebut menyangkut persebatan terbuka dan continue serta
kenyataan mengenai berbagai persepsi
yang berkaitan dengan kepentingan kolektif. Keputusan-keputusan yang
saling bertentangan dibentuk oleh mayoritas rakyat yang disalurkan melalui
wakil-wakilnya, dan bersamaan dengan itu, hak-hak dan kepentingan minoritas dilindungi.[3]
Dalam percaturan
politik internasional, paling tidak terdapat dua negara atau lebih yang ikut
terlibat dalam usaha merebut atau memperoleh kekuasaan atau struggle of
power. Meskipun tidak semua negara memiliki tingkat keterlibatan yang sama
dalam percaturan politik internasional,
karena keterlibatan suatu negara dalam percaturan politik internasional,
sangat bergantung pada kekuatan nasional yang dimilikinya. Kekuatan nasional
terdiri dari bebarapa unsur yaitu unsur
geografi, unsur populasi, unsur sumber daya alam, unsur kemampuan industri,
unsur kesiagaan militer, unsur karakter nasional, unsur moral nasional, unsur
kualitas diplomasi, serta unsur kualitas pemerintahan. Berdasarkan unsur-unsur
kekuatan nasional inilah, pemerintahan kemudian merumuskan kepentingan
nasionalnya yang tercermin dalam pelaksanaan kebijakan politik luar negerinya.
Kepentingan nasional merupakan suatu keseluruhan nilai yang hendak
diperjuangkan atau dipertahankan dalam forum internasional. Oleh karena itu
dikatakan bahwa kepentingan nasional merupakan kunci dalam poitik luar negeri.
Dalam sistem
internasional, pola interaksi antar negara umumnya dilandasi oleh adanya
kepentingan-kepentingan tertentu yang ingin dicapai oleh setiap negara.
Kepentingan-kepentingan yang didasari hubungan bagi setiap negara dalam
hubungan internasional lazim disebut kepentingan nasional. Atas dasar
kepentingan nasional, maka suatu negara membentuk dan merumuskan kebutuhan luar
negerinya dalam hal mementukan sikap dan mengatur hubungan nya dengan negara
lain dalam system internasional. Berbagai aspek kehidupan yang akan diwujudkan
oleh setiap negara ini diakumulasikan dalam bentuk kepentingan nasional.
Salah satu hal yang
paling penting dalam pembahasan tatanan hubungan internasional adalah bahwa
konstelasi hubungan yang terjadi antar pelakpelaku atau aktor-aktor
internasional, baik negara maupun individu atau lembaga yang mengatas namakan
negara, senantiasa dilandasi atas pencapaian kepentingan nasional dari setiap
negara. Adapun pelaksanaannya oleh pelaku ataupun aktor internasional lainnya
dalam interaksinya diimplementasikan dengan berbagai cara, seperti melalui
konflik atau kerjasama. Dalam mewujudkan kepentingan nasional, suatu negara
berusaha melindungi dan mempertahankan dirinya dari pihak lain yang dapat
mengancam kelangsungan dan pemenuhan kebutuhan suatu negara.
Hakekat kepentingan nasional menurut
Frankel yaitu : [4]
“sebagai keseluruhan nilai yang hendak ditegakkan oleh suatu bangsa.
Kepentingan nasional dapat meluluskan aspirasi negara dan dapat dipola secara
operasional dalam aplikasinya pada kebijakan-kebijakan yang aktual serta
rencana yang dituju”.
Dari penjelasan
diatas, memperlihatkan bahwa kepentingan nasional selalu sebagai hal utama
dalam pengambilan keputusan atau tindakan yang diambil oleh pemerintah suatu
negara terhadap neara lain, baik yang sifatnya positif maupun negatif.
Berdasarkan kepentingan nasional inilah suatu negara merumuskan
kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam hubungan negara lain.
Kepentingan nasional merupakan refleksi dari kebutuhan-kebutuhan dalam negeri
serta usaha-usaha dalam memenuhi kebutuhan hidup suatu negara, baik kebutuhan
ekonoi, politik, social dan budaya serta pertahanan dan keamanan.
Dalam mewujudkan
kepentingan nasionalnya, suatu negara berusaha untuk melindungi dan
mempertahankan diri dari pihak lain yang dapat mengancam kelangsungan dan
pemenuhan kebutuhan negara. Plano dan Olton menyatakan bahwa : [5]
“Kepentingan nasional merupakan konepsi yang sangat umum, tetapi
merupakan unsur yang menjadi kebutuhan sangat vital bagi negara. Unsur tesebut
mencakup kelangsungan hidup antar bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan
wilayah, keamanan militer, dan keseahteraan ekonomi”.
Dari definisi diatas, menunjukkan bahwa
kepentingan nasional senantiasa ditempatkan sebagai prioritas utama dalam
setiap pengambilan keputusan atau tindakan yang diambil oleh pemerintah suatu
negara terhadap negara lain, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Atas
dasar kepentingan nasional inilah, suatu negara merumuskan kebijakan-kebijakan
yang akan ditempatkan dalam hubungannya dengan negara lain. Kepentingan
nasional merupakan cerminan dari kebutuhan-kebutuhan dalam negeri serta
upaya-upaya pemenuhan kebutuhan suatu negara, baik kebutuhan ekonomi, politik,
sosial, dan budaya serta pertahanan keamanan.
Kepentingan
nasional oleh Thomas Robin dklasifikasikan dalam enam kategori, yaitu Primary
Interest, yakni kepentingan yang meliputi perlindungan atau wilayah negara
dan identitas politik serta kebudayaan juga kelanjutan hidup bangsa terhadap
gangguan yang berasal dari luar. Kepentingan ini tidak akan pernah di
kompromikan. Semua negara mempunyai kepentingan serupa dan sering dipertahankan
dengan pengorbanan yang lebih besar. Secondary Interest, yakni
kepentingan yang berada diluar kepentingan primer, tetapi cukup memberi
kontribusi pada kepentingan itu, misalnya : melindungi warga negara di luar
negeri dan mempertahankan warga negara itu sendiri. Permanent Interest, yakni kepentingan yang relatif konstan untuk
jangka waktu yang lama. Variable Interest, yakni kepentingan yang relatif berubah yang
oleh negara dianggap sebagai kepentingan nasional pada saat tertentu, biasanya
lahir dari pernyataan-pernyataan perorangan, kepentingan kelompok, dan
lain-lain. General Interest, yakni kepentingan yang bersifat umum yang
dapat diberlakukan untuk banyak negara dan untuk wilayah geografis yang luas
atau untuk beberapa bidang khusus, seperti dalam bidang perdagangan, investasi, dan laain-lain. Spesific
Interest, yakni kepentingan khusus yang tidak termasuk dalam kepentingan
umum, namun biasanya ditentukan dari sana dan lebih berkaitan dengan satu
daerah tertentu.
Keenam jenis kepentingan nasioal
tersebut di atas pada prinsipnya bertujuan untuk menjaga keamanan dan
kesejahteraan masyarakat masing-masing negara dalam mencapai tujuan nasional.
Pemikiran Hans J. Morgenthau tentang
konsep keamanan nasional dimana kepentingan nasional merupakan hasil komproomi
dari kepentingan-kepentingan politik yang saling bertentangan. Ini bukan
sesuatu yang ideal yang dicapai secara abstrak dan saintifik, tetapi merupakan
hasil dari persaingan politik internal yang berlangsung secara terus menerus.
Dalam konsep
kepentingan nasional adalah kelangsungan hidup (survival), dalam
pandangan Morgenthau disini adalah dimana kemampuan negara bangsa dalam
melindungi identitas fisik, politik, dan kulturalnya dari gangguan negara lain.
Diterjemahkan dalam pengertian yang lebih spesifik, negara bangsa harus bisa
mempertahankan integritas teritorialnya yaitu identitas fisik, serta
mempertahankan rejim ekonomi dan politknya yaitu identitas politiknya, yang
mungkin saja demokratis, otoriter, sosialis, atau mungkin komunis, serta
memelihara norma-norma etnis, religius, linguistik, dan sejarahnya (yaitu
identitas kulturalnya).
Menurut Morgenthau
dalam bagan kepentingan nasional ini, tujuan-tujuan umum dari para pemimpin
dari suatu negara untuk dapat menurunkan kebijaksanaan-kebijaksanaan spesifik
terhadap negara lain, baik yang bersifat kerjasama maupun konflik. Misalnya,
perlombaan persenjataan perimbangan kekuatan, pemberian bantuan asing,
pembentukan aliansi, atau perang ekonomi atau propaganda.[7]
Menurut
George F. Kennan konsep kepentingan nasional dapat “diukur” dari potensi
strategis yang dimiliki negara itu sendiri dalam hubungannya dengan sesama
aktor negara. Kriteria yang dibuat ahli
politik internasional, tampaknya bermanfaat untuk memahami makna konsep
kepentingan nasional dalam hubungan antarnegara. Kennan membuat definisi konsep ini secara
negatif tentang apa yang tidak termasuk ke dalam pengertian kepentingan
nasional. Pertama, konsepsi kepentingan
nasional bukan merupakan kepentingan yang terpisah dari lingkungan pergaulan
antarbangsa atau bahkan dari aspirasi dan problematika yang muncul secara
internal dalam suatu negara. Kepentingan nasional suatu bangsa dengan
sendirinya perlu mempertimbangkan berbagai nilai yang berkembang dan menjadi
ciri negara itu sendiri. Nilai-nilai
kebangsaan, sejarah, dan letak geografis menjadi ciri khusus yang mempengaruhi
penilaian atas konsepsi kepentingan nasional suatu negara. Kedua, kepentingan nasional bukan merupakan
upaya untuk mengejar tujuan-tujuan yang abstrak, seperti perdamaian yang adil
atau definisi hukum lainnya. Sebaliknya,
ia mengacu kepada upaya perlindungan dari segenap potensi nasional terhadap
ancaman eksternal maupun upaya konkrit yang ditujukan guna meningkatan
kesejahteraan warga negara. Ketiga,
konsepsi ini pada dasarnya bukan merupakan pertanyaan yang berkisar kepada
tujuan, melainkan lebih kepada masalah cara dan metode yang tepat bagi penyelenggaran
hubungan internasional dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara efektif.[8] Jika
diartikan, maka konsepsi kepentingan nasional terdiri dari berbagai variabel
yang menjadi acuan bagi pelaksanaan pollitik luar negeri suatu negara. Acuan ini dapat dilacak kepada konstitusi
yang menjadi fondasi pembentukan negara itu sendiri. Di dalam praktek,
penyelenggaran hubungan internasional kemudian didelegasikan secara penuh
kepada institusi negara yang bertanggung-jawab dalam penyelenggaraan hubungan internasional.
Namun secara terbatas pendelegasian kewenangan tersebut dapat diserahkan kepada
organ-organ pemerintah lainnya, sesuai dengan spesifikasi kewenangan teknis.
Upaya demikian dilakukan untuk mensinergikan segenap potensi kekuatan yang ada
pada dataran domestik agar tujuan nasional dapat tercapai.[9]
[1] Coulumbis, Theodore A & Wolfe, James H, Pengantar Hubungan
Internasional : Keadilan dan Power, penerbit : Putra A. Bardin, Bandung,
1999, hal. 107.
[2] Ibid, hal. 108.
[3] Ibid.
[4] Soeprapto, R, Hubungan Internasional : Sistem, Interaksi dan
Prilaku, Penerbit : PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 144.
[5] Jack C Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional, Terjemahan
Wawan Juanda, CV. Putra Abardin, Bandung, 1999, Hal. 7.
[6] Dr. sutejo Amawasito, Diktat Kuliah : teori Hubungan
Internasional, Universitas Jendral Ahmad Yani, Bandung, 2001.
[7] Ibid.
[8] Analisis Kepentingan Nasional, terdapat dalam http://www.siki.dkp.go.id,
tanggal 4 Juli 2005, 17:07:51 GMT.
[9] Ibid.
0 comments:
Post a Comment